Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Jawa Timur (Jatim) menawarkan pengurangan jam kerja terkait dengan kebijakan efisiensi anggaran pemerintah. PHRI Jatim Tawarkan Segmen Pasar Baru Selain kamar yaitu MICE
Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Jawa Timur (Jatim) menawarkan pengurangan jam kerja terkait dengan kebijakan efisiensi anggaran pemerintah.
PHRI Jatim beranggapan solusi pernah dilakukan pada saat pandemi Covid-19 ini sebagai antisipasi supaya tidak terjadi PHK massal imbas kebijakan efisiensi anggaran.
“Seperti dulu pandemi ya, saat pandemi itu kita gilir jadi satu minggu masuk, satu minggu tidak masuk, jadi kalau bisa jangan sampai PHK, kita upayakan itu,” ujarnya, Ketua PHRI Jatim , Dwi Cahyono, saat di konfirmasi Kompas.com (14/2/2025), dilansir Kompas.com (14/2/2025).
Selain pengurangan jam kerja, PHRI juga mengajak hotel-hotel di Jawa Timur untuk mengubah target pasar mereka. Jika sebelumnya lebih banyak bergantung pada MICE pemerintah, kini hotel didorong untuk menjangkau segmen wisatawan dan perusahaan swasta.
PHRI Jatim Tawarkan Segmen Pasar Baru Selain MICE

“Ya, kita akan cari segmen-segmen baru, baik wisatawan, kemudian dari korporasi, swasta, gathering-gathering, kita upayakan,” kata Dwi Cahyono.
Dengan strategi ini, diharapkan sektor perhotelan dapat tetap bertahan meskipun mengalami penurunan okupansi akibat kebijakan efisiensi anggaran pemerintah. Langkah-langkah alternatif ini diharapkan mampu menjaga stabilitas industri dan melindungi karyawan dari ancaman PHK massal. Karena jika okupansi hotel turun, hotel tidak dapat meneruskan kontrak karyawan.
“Kalau memang okupansi menurun itu akan kita tidak diteruskan kontraknya,” kata Dwi Cahyono, Jumat (14/2/2025).
Jika kondisi ini berlangsung dalam beberapa bulan ke depan, risiko pemutusan hubungan kerja (PHK) karyawan akan semakin besar. Pemangkasan anggaran pemerintah berdampak signifikan pada industri perhotelan di Jawa Timur.
Efisiensi anggaran yang tertuang dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 menyebabkan sektor perhotelan mengalami penurunan okupansi, terutama hotel yang bergantung pada kegiatan meeting, incentive, convention, dan exhibition (MICE) pemerintah.
Dwi Cahyono mengungkapkan bahwa 50 persen hotel di provinsi tersebut mengandalkan MICE pemerintah. Dengan adanya pemotongan perjalanan dinas dan pembatalan MICE, tingkat hunian hotel diperkirakan turun hingga 30 persen. (Kompas.com)